Preferensi Fotografi

Menemukan Preferensi Fotografi

Gadis kecil dan reruntuhan rumahnya, Ambon, © 2002

Di tengah kehadiran teknologi informasi digital, kita menghadapi “content explosion”, mulai dari teks, foto, audio hingga video membanjiri relung-relung kehidupan kita. Sebagai gambaran, di situs berbagi fotografi online Flickr, tiap hari ada foto membanjiri situs itu (ada yang menyebut 4.000 foto/ menit hingga 3 juta-5 juta foto/ hari). Belum lagi di Facebook dan situs-situs lain. Di Youtube, tiap menit rata-rata 24 jam video yang diupload (jika frame rate video secara umum 30 frame/ detik itu sama dengan 3,7 milyar lebih still frame/ hari di upload).

Tentu ada yang bependapat, apa pengaruhnya bagi kita untuk belajar fotografi? Banyak sekali. Yang terutama, dengan begitu mudahnya orang memotret, terkadang justru membuat mereka “tersesat secara visual”. Para peminat fotografi tidak menemukan jalan setapak yang jelas menuntun ke arah pembelajaran yang benar tentang fotografi.

Jika kita mengamati forum-forum berbagi pendapat, perdebatan yang muncul seolah menunjukkan semua pendapat benar asal disertai dengan tehnik argumen yang baik. Demikian pula mengenai gambar yang baik. Terkadang pendapat yang satu menunjukkan genre foto ini baik, lalu ada pula yang menyebutkan foto seperti itu yang sedang tren.

Pada akhirnya, kita harus kembali pada pegangan bahwa fotografi adalah selera pribadi. Jika kita ingin memulai proses pembelajaran, langkah pertama adalah mengetahui selera dan kesukaan kita akan fotografi. Bagian mana, bentuk seperti apa, mood seperti apa, hingga subyek seperti apa yang menarik kita. Bagi hal-hal seperti itulah layak kita curahkan perhatian untuk mendalaminya.

Banyak yang bertanya, mengapa tidak berbicara tehnik memotret dahulu? Buat saya, di era digital ini tehnik menjadi nomer dua. Nomer satu adalah visi. Tehnologi fotografi digital di masa kini sudah sangat memanjakan penggunanya. Ibaratnya, memotret dengan mata terpejam pun pasti jadi. Kurva pembelajarannya menjadi berbeda sama sekali di banding era fotografi analog.

Saya beruntung masih mengalami proses memotret secara profesional dengan media film negatif dan transparansi (slides), sehingga merasa sangat dimudahkan dengan teknologi fotografi digital masa kini. Bagi mereka yang tidak mengalami itu, tentu tidak terlalu mensyukurinya. Tapi percayalah, dengan perkembangan teknologi, tehnik foto bisa dipelajari sambil jalan.

Kembali ke visi pribadi, bagaimana menemukannya? Salah satu cara yang paling sering saya sarankan ke beberapa rekan adalah mempertajamnya dengan menggunakan preferensi visual. Kumpulkan foto-foto favorit, bisa dari mana saja: majalah, koran, flickr, internet secara umum. Jangan terlalu banyak, dan jangan terlalu sedikit. Sekitar 50 hingga 100 foto mungkin ideal.

Kumpulkan foto-foto yang benar-benar disukai. Setelah itu bentangkan dalam tampilan thumbnails yang agak besar (bisa menggunakanPicasa atau yang sejenisnya) dan review secara keseluruhan. Pelajari foto-foto itu dan temukan benang merahnya. Apakah mempunyai kesamaan subyek? Apakah karena kecemerlangan warnanya? Sudut pengambilan? Atau karena pesan atau makna dari foto itu sendiri.

Anda sendiri yang harus mencari dan menemukan. Bagaimana cara untuk melakukan seleksi, penajaman dan bisa menangkap benang merah preferensi fotografi atau visual?

Mempertajam Preferensi Fotografi

Orangutan di sekolah rimba, membiasakan kebiasaan alami tumbuh kembali ©2008
Orangutan di sekolah rimba, membiasakan kebiasaan alami tumbuh kembali ©2008

Setelah mengumpulkan foto-foto yang mewakili selera pribadi, kini saatnya menyeleksinya. Terkadang pada saat mengumpulkan foto-foto itu mungkin saja kita menyenangi lebih dari satu subyek. Artinya bisa menyenangi foto-foto lansekap, tapi juga sama senangnya dengan foto-foto travel dan portrait umpamanya.

Hal semacam itu wajar saja terjadi. Boleh-boleh saja memiliki beberapa fokus kegemaran subyek fotografi, namun harus diingat, untuk kepentingan pembelajaran, tentunya kita harus membatasi fokus preferensi fotografi. Mendalami fotografi juga dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki seperti dana, waktu dan kecakapan artistik serta teknis.

Jika memiliki beberapa subyek kegemaran, tentunya sebaiknya kita melakukan urutan. Pertama tentunya berdasarkan tingkat kegemaran. Foto-foto jenis apa yang paling disukai? Untuk menyeleksinya sebaiknya pisahkan foto-foto itu dalam folder terpisah di komputer. Kemudian review masing-masing foto, bila anda tertarik, pisahkan dalam folder seleksi tahap berikutnya. Kemudian adu lagi dengan foto-foto yang lain, dan pilih yang lebih disukai. Lakukan itu berulang hingga mendapatkan 10 foto terbaik.

Satu hal yang perlu diingat, dalam mempertajam preferensi fotografi ini, lupakan kaidah “foto yang baik” dari teori-teori yang anda baca. Artinya tidak perlu foto-foto yang dipilih itu pencahayaannya harus terang, warnanya harus cerah, modelnya harus cantik jelita, momennya harus tepat dan lain sebagainya. Foto-foto ini dikumpulkan bukan untuk kursus fotografi, foto-foto itu dikumpulkan untuk menemukan selera pribadi anda.

Kalau anda senang dengan foto yang kurang fokus, itu sah-sah saja. Senang dengan foto yang abstrak sehingga tidak ketahuan bentuknya, boleh. Gemar dengan potret wajah orang yang menunjukkan guratan-guratan dari kerasnya hidup, dibandingkan dengan wajah mulus ayu seorang gadis, silakan. Yang penting, ikuti intuisi bahwa anda suka foto itu, tidak usah dicarikan alasannya. Selera itu personal, tidak usah repot-repot menjelaskan.

Setelah itu, jangan langsung diputuskan bahwa foto yang paling anda sukai itulah yang akan didalami tehniknya (ingat di tataran ini kitabelum melakukan investasi untuk peralatan fotografi sama sekali, kalaupun sudah sebaiknya minimal saja). Endapkan preferensi fotografi yang sudah anda “temukan” karena itu adalah tuntutan artistik dan selera pribadi. Tahap berikutnya adalah kembali ke dunia nyata, menghitung sumber daya yang ada.

Sesuaikan Preferensi Fotografi

Melalui proses penajaman, anda sudah menemukan preferensi fotografi. Sekumpulan foto yang menunjukkan selera dan kegemaran telah terpilih. Apakah langsung bisa ditekuni? Saatnya untuk memadupadankan dengan dua hal, yang pertama dengan cara hidup/ pandangan anda, kedua dengan sumber daya yang tersedia.

Punggung Geger Bentang dilihat dari arah kawah Gunung Gede ©2007

Idealnya preferensi fotografi anda sesuai dengan cara hidup anda. Contoh, foto bentang alam atau lansekap yang luar biasa indah adalah favorit, namun sehari-hari anda tidak pernah bangun tidur sebelum jam 06.30. Hal ini akan menyulitkan bila ingin menekuni fotografi bentang alam atau lansekap. Cahaya yang terindah untuk fotografi bentang alam adalah saat matahari di kondisi kemiringannya, alias awal pagi atau awal petang.

Anda bisa saja tetap memotret bentang alam tengah hari sekalipun, tidak ada yang melarang. Tetapi dengan arah cahaya sudah terlalu tinggi, tekstur bentukan alam dan dimensi-dimensi kedalaman bentangan alam akan sulit dimunculkan dan menjadi dramatis. Bisa, tetapi tidak optimal.

Contoh lain adalah soal foto portrait. Fotografi adalah seni visual, jadi wajar kalau kita senang akan wajah-wajah indah. Anda senang dengan foto-foto portrait glamour. Wajah-wajah dan manusia yang secara fisik nyaris sempurna. Namun sehari-hari anda luar biasa pemalu atau pendiam. Sifat seperti itu agak kurang cocok untuk mendapatkan foto portrait yang akrab.

Untuk memotret manusia, salah satu unsur keberhasilan adalah komunikasi. Seorang fotografer portrait yang berhasil apabila ia bisa mencapai tingkatan komunikasi tertentu dengan subyeknya. Ada seorang fotografer Inggris yang bisa memotret seorang presiden dengan mudahnya dan dalam pose yang tidak biasa. Tentunya hal ini membutuhkan kepercayaan diri yang besar dan bukan orang pemalu pastinya.

Jika memang preferensi fotografi anda tidak sesuai dengan cara hidup dan kepribadian, ada dua cara: pertama anda berupaya untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan subyek preferensi fotografi anda, atau anda memilih subyek yang sesuai dengan kepribadian anda.

Untuk mereka yang sulit bangun pagi, mungkin harus mulai belajar bangun pagi. Pertama-tama mungkin dengan bantuan alarm, tetapi lama kelamaan motivasi anda meninggi. Lihat bedanya foto bentang alam yang dihasilkan oleh cahaya awal hari, saat matahari terbit dan beberapa waktu setelahnya dengan foto bentang alam di siang bolong. Seiring kepuasan anda terhadap hasil karya, akan meningkatkan motivasi untuk bangun pagi dan mengejar cahaya.

Namun bila merubah kebiasaan menjadi sesuatu yang terlalu berat untuk anda, mungkin pilihlah subyek yang sesuai dengannya. Anda terlalu pemalu untuk mendekati orang dan membuatnya santai, sehingga dapat mengabadikannya dengan pose sealami mungkin? Jika mendekati orang saja membuat anda berkeringat, lebih baik anda memilih subyek fotografi yang tidak banyak bersentuhan dengan manusia.

Macro fotografi yang memfokuskan pada dunia benda kecil bisa menjadi pilihan karena tak bersentuhan dengan manusia. Pilihan lain adalah fotografi benda (still life). Anda bisa berdialog dengan benda dan membuatnya berkarakter yang seolah hidup dengan memberikan cahaya pada bagian dan arah yang tepat. Jadi, setelah anda mengenali preferensi fotografi, kendali di tangan anda.

Membumikan Preferensi Fotografi

Kini saatnya bangun dari mimpi indah. Anda membayangkan akan memulai dan mengabadikan foto-foto sesuai selera anda. Mendownloadnya dan menampilkan di monitor, memolesnya sedikit dengan photoshop dan dishare ke teman-teman minta tanggapan.

Sepertinya saat-saat seperti itu masih belum tiba. Sekarang adalah saatnya untuk melakukan reality check setelah anda menyesuaikan preferensi fotografi anda. Kita menghitung sumber daya yang tersedia untuk melakukan kegiatan fotografi kegemaran kita.

Pertama-tama yang kita tengok adalah kantong kita. Seberapa dalam saku itu, dan seberapa tebal lembaran-lembaran uang di sana? Kita buka situs-situs toko kamera online, lihat seberapa mahal harga kamera digital di sana. Memang jika dibandingkan dengan jaman fotografi analog dulu, saat ini kamera digital dan perlengkapan fotografi lainnya harganya relatif sudah jauh lebih murah. Namun, bukan berarti ia barang murah. Fotografi seindah apapun, bagi kebanyakan orang adalah kebutuhan tersier (bukan sekunder, apalagi primer).

Kedua, fotografi adalah kesenangan yang bisa membuat kecanduan. Kecanduan disebabkan oleh faktor penarik dan pendorong (push & pull factor). Faktor pendorong berasal dari diri kita yang suka memiliki barang canggih (walaupun belum tentu tahu memanfaatkan secara optimal), karena fungsi kamera saat ini adalah bagian penting dari konvergensi gadget.

Faktor penarik berasal dari industri fotografi. Saat ini hampir tiap minggu benak kita disesaki oleh perkembangan fitur kecanggihan kamera. Kamera untuk di helm, ada. Kamera untuk mikroskop, ada. Kamera untuk periksa mesin mobil, ada juga. Dan semuanya ada pada tataran konsumen (consumer goods) bukan cuma milik profesional saja.

Jika melihat tawaran-tawaran menarik, peri kecil bernama “konsumsi” di lubuk hati kita akan menggelitik kalbu dengan bisikan “beli… beli…”. Namun kita harus maklum apa yang kita hadapi di balik tawaran-tawaran kecanggihan kamera itu. Jangan hanya memandang kamera-kamera digital sekarang sebagai alat optik perekam gambar. Pandanglah kamera sekarang sebagai sebuah komputer yang perkembangannya mengikuti kaidah Moore. Dengan kata lain, jangan terseret arus kecanggihan kamera dalam mengomsumsinya.

Untuk memikirkan seberapa jauh tingkat konsumsi peralatan fotografi kita, gunakanlah pencabangan preferensi fotografi kita. Coba uraikan preferensi fotografi anda terhadap kemungkinan-kemungkinan pengembangannya. Cobalah membayangkan (jangan dibeli dahulu) kelengkapan alat yang diperlukan untuk mendukung arah itu. Berikut ini ilustrasi kemungkinan apa yang bisa dikembangkan bila anda menyenangi fotografi manusia

Kita lihat, beberapa pengembangan pencapaian artistik akan berakibat ke meningkatnya kebutuhan akan alat fotografi. Jadi sebaiknya membeli alat fotografi sebaiknya karena kebutuhan dari sisi pencapain teknis, bukan dari keinginan memiliki saja. Apalagi kalau sekedar ingin tampak canggih.

Masalah sumber daya lain adalah soal waktu dan tenaga. Tapi kita akan bahas di lain waktu. (Tantyo Bangun)

The people of Setulang

Tantyo Bangun is a photographer, writer, and film maker. Recently he resides in Brussels, Belgium –after 5 years as Editor in Chief at National Geographic Indonesia Magazine. He is interested in geography, history and culture; nature and environment, science and technology innovation. He also travel regularly to documenting the grandeur of Indonesia.

About 1000kata

1000kata adalah portal yang dikelola oleh 10 fotografer Indonesia, sebagai media alternatif untuk menampilkan karya, cerita, ide, opini, gagasan serta yang lainnya berkaitan dengan dunia fotografi. Mari berbagi.

Check Also

Menelusuri Labirin Kotagede

Para pencinta fotografi menikmati kehangatan warga Kotagede. Mereka memasuki ruang-ruang personal dan menjadi bagian dari warga.

4 comments

  1. I am browsing on-line more than Three hours now, however I under no circumstances found almost any exciting write-up such as your own property. It truly is beautiful value plenty of in my situation. Individually, in the event just about all internet marketers in addition to web owners produced great written content while you does, the web are going to be a lot more helpful than before.

  2. Saya bisa belajar banyak dari tulisan mas…

  3. luar biasa ulasan mas tantyo ini… makasih sharenya

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.