Pasar Badung Bali, Modernitas dan Tradisi yang Hidup Berdampingan

Buruh angkut memanfaatkan teknologi lift di Pasar Badung. (Foto: Sumaryanto Bronto – 1000 Kata)

Pasar tradisional adalah urat nadi perekonomian dari sebuah desa hingga kota. Saya meyakini hampir semua orang Indonesia minimal sekali dalam hidupnya pernah mengunjungi pasar tradisional. Memori yang begitu lekat di kepala dengan hiruk pikuk manusia, ramai, beragam bau bercampur aduk merangsang indera penciuman kita hingga senyum yang masih bisa terlontar dari para pedagang dengan  wajah-wajah yang penuh dengan gurat kehidupan penanda kerasnya perjuangan hidup mereka.

Para buruh angkut perempuan di Pasar Badun. (Foto: Peksi Cahyo – 1000 Kata)

Semua memori yang tersimpan tadi dihadirkan kembali saat kami dari 1000 kata bekerja sama dengan Xiaomi menyelenggarakan sebuah event photo walks yang diselenggarakan pada hari Sabtu 2 Desember berlokasi di Pasar Badung, Denpasar Provinsi Bali. Acara yang bertajuk “Photo Walks dan Photo Discussion” merupakan rangkaian kedua dari tour ketiga kota yang dimulai dari Yogyakarta, Denpasar dan ditutup di Bandung pada akhir pekan ini. 

Para peserta Xiaomi 13T dan 1000 Kata Photo Walks. (Foto: Peksi Cahyo – 1000 Kata)

Pendaftaran peserta yang sudah sold out beberapa hari sebelum pelaksanaan acara menggambarkan bagaimana antusiasme penggemar street photography di Bali tidak kalah dengan mereka yang berada di Pulau Jawa seperti Yogyakarta.

Keseruan dimulai saat peserta mendengarkan materi ringan tentang mobile photography yang dibawakan oleh Sumaryanto Bronto dan Peksi Cahyo sebagai pembekalan sebelum mereka memulai memotret Pasar Badung dan lingkungan yang berada di sekitarnya.

Masyarakat Bali dengan tradisi budayanya. (Foto: Sumaryanto Bronto – 1000 Kata)

Sejarah tentang Pasar Badung sebagai pasar kebanggaan masyarakat Bali, khususnya Kota Denpasar dan saksi perkembangan peradaban Ibu Kota Provinsi Bali menjadi salah satu alasan utama dipilihnya tempat ini.

Pasar Badung Denpasar Bali. (Foto: Ahmad Zamroni – 1000 Kata)

Selain itu karena pasar ini dekat dengan kawasan heritage city Denpasar yaitu jalan Gajah Mada yang masih melestarikan arsitektur bangunan tua bersejarah di sekitarnya.

Peserta yang dibagi atas beberapa kelompok berjalan bergantian mengeksplor Jalan Gajah Mada dan pasar Badung yang menjadi sweet spot pada acara kali ini. Tantangan yang dihadapi para peserta saat mengeksplorasi Pasar Badung adalah banyaknya ragam pilihan visual yang mesti dicermati oleh para peserta saat hendak memotret. Keterbatasan waktu selama 30-40 menit juga menjadi tantangan selanjutnya bagaimana bisa bergerak dan menghasilkan foto dengan visual storytelling yang menarik.

Potret Ibu Buruh Angkut di Pasar Badung, Denpasar Bali. (Foto: Peksi Cahyo – 1000 Kata)

“Bingung juga nih Mas kalo motret di Pasar, apalagi kadang-kadang kita sebagai warga Bali yang kerap datang ke Pasar Badung dan mata kita menganggap ini hal yang biasa,” begitu ujar Yuni pehobi dari Malang yang berdomisili di Ubud, Bali.

Saat berada di Pasar Badung, para peserta langsung dihadapkan dengan segala randomnya hiruk pikuk kehidupan pasar. Mereka dihadapkan pada pilihan untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan visual yang amat beragam. Mulai dari point of interest apa yang hendak dipilih hingga angle seperti apa yang akan mereka pilih untuk memotret.

Para peserta Xiaomi 13T dan 1000 Kata Photo Walks. (Foto:Sumaryanto Bronto – 1000 Kata)

Seperti dikutip dari berbagai sumber, Pasar Badung yg dibangun sejak tahun 1977 ini adalah penyangga nadi ekonomi pedagang kecil dan penyedia kebutuhan pokok yg murah meriah.  Disebut Pasar Badung karena pasar ini berada di atas sungai dengan nama yg sama. Sungai yang melintang panjang dari Gunung Batur sampai ke pantai Suwung. Pasar Badung telah ada sejak jaman Belanda. Dulu namanya pasar periuk karena ditempat itu perajin periuk dari desa Binoh Ubung menjual aneka macam gerabah mulai dari pane, gebeh, periuk sampai celengan dan caratan. Kemudian ketika jaman merdeka, Pasar Periuk berubah menjadi Pasar Badung.

Pak Kusir bersama delmannya menanti penumpang. (Foto: Ahmad Zamroni – 1000 Kata)

Beruntung para peserta dibekali Xiaomi 13T yang membuat mereka kian mudah bergerak dan tak perlu canggung saat mesti berinteraksi sebelum memotret para pedagang di pasar Badung tersebut.

Kesibukan pedagang di Pasar Badung, Denpasar Bali. (Foto:Ahmad Zamroni – 1000 Kata)

Xiaomi yang menggandeng kerja sama dengan Leica (Co-Engineering) sebagai ikon fotografi membuat penasaran para peserta photo walks kemarin untuk memaksimalkan kemampuan lensa dan software oleh Leica tersebut.

Para buruh angkut di Pasar Badung menikmati sarapan pagi. (Foto: Peksi Cahyo – 1000 Kata)

Setelah Pasar Badung, peserta diajak menyusuri Jalan Gajah Mada, gang gang sempit yang ada di sekitarnya lalu menuju Kampung Arab dan berakhir lapangan Puputan sebelum kembali ke Inna Bali Heritage Hotel. Para peserta langsung disibukan untuk memilih dan mengupload foto pilihan terbaik mereka untuk bisa dilombakan dan ditentukan pemenangnya oleh tim juri dari Seribukata.

Seorang Ibu melintas di jendela tua kawasan Heritage di kawasan Jalan Gajah Mada, Denpasar Bali. (Foto:Sumaryanto Bronto – 1000 Kata)

Warna budaya dan tradisi Bali yang masih terasa kental berhasil dipotret dengan baik oleh para peserta menggunakan Xiaomi 13T ini. Bahkan beberapa peserta ada yang berhasil menangkap sebuah momen bagaimana modernitas masih bisa hidup beriringan dengan tradisi dan budaya masa lalu di Bali hingga saat ini. Sesuatu yang patut kita jaga bukan?

Seorang pengunjung Pasar Badung, Denpasar Bali. (Foto:Sumaryanto Bronto – 1000Kata)

Izinkan saya mengutip kalimat dari seorang street photographer terkenal dunia bernama Joel Meyerowitz untuk menggambarkan bagaimana semestinya kita bersenang-senang dengan medium fotografi apapun yang kita gunakan saat memotret sebagai penutup:

If you are open to the surprises of your own mind and the medium that you’re working in, you can evolve in unexpected ways.”

Peksi Cahyo Member of 1000 Kata

About Peksi Cahyo

Peksi Cahyo, pernah menjadi foto editor di tabloid Bola pada tahun 2010-2012. Bertindak sebagai content editor di bolanews.com mulai awal 2014 hingga sekarang. Peksi merupakan salah satu Pewarta foto dengan pengalaman meliput berbagai peristiwa olah raga, mulai dari event nasional hingga event internasional seperti Euro Cup 2008 n World Cup 2010, MotoGP and Formula One. Peksi mempunyai ketertarikan terhadap perkembangan media sosial dan mobile phone photography. Twitter: @peksicahyo Instagram: @peksicahyo

Check Also

Menuju Keheningan Milford Sound, New Zealand

Di kawasan yang masih merupakan bagian dari jalur pegunungan Southern Alps (Alpen Selatan) memiliki dua fiord yang terkenal yakni Milford Sound dan Doubtful Sound. Milford Sound terletak di bagian utara, sedangkan Doubtful Sound terletak dibagian selatan. Piopiotahi, sebutan orang Maori untuk Milford Sound memiliki teluk lebih pendek namun relatif lebih mudah aksesnya dibanding Doubtful Sound.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.