Romantisme Paris van Java yang Abadi

Sebuah kalimat romatis terpampang di salah satu sudut Jalan Asia Afrika, kota Bandung, “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum”. Rangkaian kata itu ditulis oleh Martinus Antonius Wesselinus (M.A.W.) Brouwer, seorang penulis dan psikolog kelahiran Belanda yang menghabiskan sebagian hidupnya di Bandung.

Apa yang ditulis Brouwer itu bisa jadi memang curahan hatinya untuk menggambarkan bagaimana spesialnya kota Bandung. Brouwer jatuh cinta akan keindahan kota dan kehangatan warganya. Maklum sejak tahun 1950, ia sudah menginjakkan kaki di Tanah Pasundan untuk mengajar Aljabar dan bahasa Jerman di SLA Mardiyuwana, Sukabumi. Singkat cerita, ia kemudian pindah ke Bandung pada tahun 1963 untuk memulai tugas sebagai dosen di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran hingga pensiun tahun 1988.

Hal yang sama mungkin juga dirasakan oleh kami dari @1000kata dan Xiaomi Indonesia ketika memilih Bandung sebagai pelabuhan terakhir dari rangkaian Photowalk dan Photography Workshop. Bandung yang mendapat sebutan Paris van Java, mampu menyajikan dinamika lansekap kota yang beragam dengan balutan keramahan manusianya.

Pedagang melayani pembeli di Pasar Baru, Bandung. (Foto: Prasetyo Utomo – 1000Kata)
Poster iklan sepatu dan pengendara sepeda motor. (Foto: Mast Irham – 1000Kata)
Penjual lukisan di Braga. (Foto: Ahmad Zamroni – 1000Kata)

Sabtu pagi 9 Desember 2023, sebanyak 52 peserta photo walk sudah berkumpul di Pasar Baru, salah satu pasar tradisional tertua di Indonesia. Kami berkolaborasi dengan @instasunda untuk memandu para peserta menelusuri dan menangkap denyut kehidupan sekitar lokasi. Peserta dibagi menjadi tiga jalur dengan keunikannya masing-masing. Jalur 1 yaitu Kampung Braga – Cikapundung – Asia Afrika. Peserta dengan Jalur 2 akan menyusuri jalan Alkateri – Pasar Baru – Gardu Jati – Asia Afrika sedangkan Jalur 3 dimulai dari Alun-alun- Dalem Kaum – Cibadak – Asia Afrika.

Saat menyusuri Pasar Baru, para peserta disuguhi rupa-rupa toko dengan arsitektur lama peninggalan Belanda serta barang dagangan yang beraneka jenis. Pasar yang jaman kolonial dikenal dengan Pasar Baroeweg itu dulunya adalah tempat bertemunya saudagar dari berbagai etnis seperti Arab, China hingga warga lokal. Para perantau Arab dan China banyak menikahkan anak mereka dengan keluarga besar pedagang pribumi.

Portrait barista (kiri) dan Sutrisno (kanan) petugas pengecat jalan di kawasan Braga. (Foto: Ahmad Zamroni – 1000Kata)
Kucing-kucing penjaga toko. (Foto: Prasetyo Utomo – 1000Kata)
Pejalan kaki. (Foto Mast Irham – 1000Kata)

Tidak heran jika di Pasar Baru terjadi proses asimilasi etnis dan bangsa yang bisa kita lihat sampai sekarang. Itulah sebabnya, di sepanjang jalan, peserta menemukan objek beragam jenis dari dagangan bernuansa arab, kain tekstil, toko kelontong, barang antik hingga makanan khas Sunda.

Selama berburu visual, para peserta mendapat kesempatan untuk merasakan sensasi memotret menggunakan gawai terbaru Xiaomi 13T yang telah disematkan lensa Leica. Mereka mencoba mengulik dan mengabadikan momen dengan fitur terbaru dari smartphone ini, salah satunya yaitu mode Portrait dengan pilihan lensa yang beragam dari 35 mm, 50 mm dan 90 mm. Peserta bisa leluasa untuk menentukan bokeh yang diinginkan.

Ngopi dulu. (Foto: Mast Irham – 1000Kata)
Model berpose di alah satu sudut Braga (Foto: Ahmad Zamroni – 1000Kata)
Peserta Photowalk memotret perajin sapu di Pasar Baru, Bandung. (Foto: Prasetyo Utomo – 1000Kata)

Setelah puas menjelajahi, peserta kemudian mendapatkan kesempatan sharing dan berbagai tips dengan Ahmad Zamroni, Mast Irham dan Prasetyo Utomo dari 1000kata. Tak hanya membahas teknis fotografi, sesi ini juga diisi dengan diskusi tantangan fotografer ke depan di tengah gempuran digitalisasi.

“Melihat tantangan yang komplek di masa yg akan datang, fotografer dituntut lebih pandai berkolaborasi dibanding berkompetisi”, ungkap Ahmad Zamroni menutup diskusi.

Bandung dan semua pesonanya telah meninggalkan kesan mendalam. Tempat romantis ini menjadi penutup yang manis perjalanan visual ini.

Naskah: Prasetyo Utomo – member 1000Kata

About Prasetyo Utomo

Prasetyo Utomo, lahir di Blora, Jawa Tengah. Mengawali karir sebagai pewarta foto di Kantor Berita ANTARA pada tahun 2006 sampai sekarang. Selama bekerja di ANTARA meliput beberapa peristiwa penting seperti Piala Asia 2007, Upacara pemecahan rekor selam massal di Sail Bunaken tahun 2009, Liputan ibadah haji di Arab Saudi tahun 2011, Sea Games Myanmar 2013 dan sejumlah peristiwa penting lainnya. Pada tahun 2012, Lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini mengeluarkan buku foto tentang perjalanan Haji dengan judul “ Makkah Photographic Diary’ “. Beberapa penghargaan juga pernah diterima antara lain Anugerah Adiwarta tahun 2008 dan 2009 untuk foto terbaik bidang hukum, olah raga dan ekonomi.

Check Also

Pemenang Regional World Press Photo Contest 2024 

World Press Photo hari ini (3/4/2024) mengumumkan para pemenang regional Kontes 2024, yang menampilkan pilihan …

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.