Pasukan Palang Hitam

Sirene mobil jenazah meraung-raung menembus jalanan Ibu Kota. Mobil tersebut melaju sendiri tanpa diiringi para pengantar atau pelayat. Ada dua atau tiga orang di dalam mobil jenazah tersebut.

Mereka adalah Palang Hitam, sebuah satuan tugas di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tugasnya begitu mulia. Mereka selalu siaga, mengurus jenazah korban kecelakaan, pembunuhan, dan yang terbujur kaku tanpa identitas di pelosok Jakarta. Anggota satuan tugas yang sudah ada sejak zaman Belanda itu kini berjumlah 48 orang. Rata-rata status mereka adalah pekerja harian lepas (PHL). Mereka bergantian bekerja menjemput jenazah hasil temuan masyarakat ataupun pihak kepolisian.

Dalam satu tahun, sekitar 50 jenazah yang ditangani oleh Palang Hitam. Jenazah yang kadang sudah tidak berbentuk itu mereka rawat dan urus dengan sepenuh hati hingga layak untuk dimakamkan. (Teks dan Foto-foto: Edy Susanto)

Dua puluh mobil jenazah siap sedia 24 jam menjemput dan merawat jenazah secara gratis, termasuk jenazah tanpa identitas.

Petugas Palang Hitam sibuk mendata dan menerima telepon laporan masyarakat mengenai penemuan jenazah yang beberapa di antaranya tanpa identitas.

Bergegas di jalan raya ibu kota menuju lokasi pelaporan penemuan jenazah atau melayani permintaan masyarakat mengurus jenazah yang beberapa di antara tanpa identitas. Biasanya dalam satu ambulan penjemput jenazah berisi dua orang petugas Palang Hitam yang bertugas memandikan jenazah hingga membawa ke Tempat Pemakaman Umum.
Tunawisma penghuni sebuah panti sosial di kawasan Jakarta Barat.Kebanyakan para penghuni panti sosial ini adalah para tunawisma tanpa kartu identitas sehingga kadang menyulitkan petugas untuk mendata jika mereka meninggal dunia.
Jenazah tunawisma berkelamin laki-laki berusia 50 tahun tergeletak di panti sosial sebelum petugas Palang Hitam tiba untuk mengurusnya hingga ke pemakaman.
Mengenakan sarung tangan sebagai salah satu prosedur keselamatan petugas Palang Hitam sebelum memulai mengurus jenazah.
Kebanyakan jenazah tunawisma tanpa identitas meninggal dunia akibat sakit yang berkepanjangan tanpa perawatan.
Kamar penghuni panti sosial yang meninggal tanpa identitas. Beberapa kondisi panti yang tidak layak serta kelebihan kapasitas bisa memperparah kondisi para penyandang masalah sosial atau tunawisma.
Mengantar jenazah tanpa identitas ke tempat pemakaman. Mereka menuju tempat tersebut tanpa iring-iringan para pelayat. Di makam hanya ada penggali makam dan petugas Palang Hitam.
Petugas Palang Hitam dengan dibantu oleh penggali kubur memakamkan jenazah tanpa identitas secara layak.


Dalam setahun, kurang lebih 50 jenazah tidak berindentitas di makamkan di TPU Tegal Alur,Jakarta Barat. Kebanyakan jenazah tersebut adalah jenazah tunawisma.

Nisan penghuni makam tanpa identitas. Letaknya yang tersendiri di lahan pemakaman membuat makam tanpa identitas ini kerap tak terurus. Beberapa bahkan hilang tidak terlihat tertutup ilalang tinggi.



Edy Susanto – Fotografer dokumenter tinggal di Jakarta,memiliki ketertarikan besar untuk menggarap foto cerita mengenai isu-isu seputar masalah sosial. Latar belakang di dunia fotografi diawali dengan mengikuti pendidikan khusus foto jurnalistik di Galeri Foto Jurnalistik Antara (tahun 2000) dan sempat mengikuti beberapa pendidikan atau worshop fotografi termasuk terpilih untuk mengikuti workshop photography dengan mentor photograper Jerman pemenang worldpressphoto Peter Bialobrezky. Pernah bekerja sebagai foto jurnalis dengan menjadi kontributor foto untuk beberapa media nasional dan agensi foto internasional di antaranya WorldpictureNews,New York serta Drik-Majority World,Bangladesh.

Beberapa karyanya pun pernah di muat di beberapa media nasional dan internasional diantaranya: Majalah Djakarta,Koran dan Majalah Tempo,Playboy Indonesia,Marie Claire Indonesia,National Georgaphic Indonesia, Smithsonian,Newsweek Japan,Grand Reportage,IML,Science and Vie,WHO,Der Tagesspiegel.

Pada Tahun 2009,salah satu karya essay fotonya mengenai HIV/AIDS terpilih sebagai salah satu essay terbaik versi Majalah Tempo.

Aktif mengikuti beberapa pameran diantaranya Jakarta Art Foto Summit di Glaeri Nasional (2007),Jakarta Photo Jurnalism Festival,Sense City Photo Exhibition.Terakhir ikut terpilih berpameran di Galeri Salihara dengan tema “Scapegoating the “other” in southeastasia bersama pewarta foto Philippina dan Bangladesh.

Karyanya juga di gunakan dan menjadi sampul depan di beberapa penerbitan buku seperti:Fifty Seven Second,50 Tahun Komisi Pemberantasan Korupsi,Politics of Citizenship in Indonesia.Saat ini,Edy sedang juga terlibat dengan beberapa projek pembuatan buku bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat

About 1000kata

1000kata adalah portal yang dikelola oleh 10 fotografer Indonesia, sebagai media alternatif untuk menampilkan karya, cerita, ide, opini, gagasan serta yang lainnya berkaitan dengan dunia fotografi. Mari berbagi.

Check Also

Menelusuri Labirin Kotagede

Para pencinta fotografi menikmati kehangatan warga Kotagede. Mereka memasuki ruang-ruang personal dan menjadi bagian dari warga.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.