VR 360°, Cara Baru dalam Bercerita

Museum of Brisbane's Lobby 360°

Sekitar satu dekade yang lalu, saya berkesempatan untuk berkenalan dengan Virtual Reality 360° (VR 360°) Photography. Sebuah teknik yang memungkinkan untuk melihat secara interaktif dari sebuah foto panorama sudut lebar yang memberikan pandangan 360° dan menyajikan pemandangan secara spherical.
Beberapa situs penginapan di Australia, waktu itu memakainya untuk memberikan informasi kepada calon tamu melalui website mereka dengan foto-foto VR 360°. Harapannya tentu saja calon konsumen ini akan mendapat informasi tentang ruang tempat mereka akan menginap dengan lebih detil. Bukan sekedar mendapat mendapat informasi dari foto-foto dua dimensi yang biasanya lebih bagus dari kondisi sebenarnya. Perjumpaan tanpa sengaja inilah yang membuat saya ingin tahu lebih jauh tentang fotografi VR 360°.

Pemandangan secara spherical adalah pemandangan yang diperoleh ketika kita berada di tengah-tengah sebuah bola.

Setelah mempelajari beberapa saat tentang teknik ini saya kemudian memutuskan membeli beberapa perlatan. Nodal Ninja menjadi sebuah pilihan dengan melihat beberapa ulasan serta ketersediaan dana yang ada. Lensa super wide 8 mm menjadi pilihan berikutnya, karena semakin lebar cakupan lensa, maka jumlah foto yang di ambil untuk tempat yang sama menjadi lebih sedikit. Menggunakan lensa ini hanya diperlukan 5 sudut pengambilan untuk membuat foto VR 360°.

Nodal Ninja
1 set pemotretan yang terdiri dari 5 pengambilan. 4 sisi ruangan dan atas.

Langkah berikutnya adalah ‘menjahit’ foto-foto tersebut dengan menggunakan software panorama. Ada banyak macam software yang tersedia, tetapi sebagian besar diantaranya berbayar. Semakin banyak objek yang bertampalan (kesamaan objek dalam setiap frame yang ada) maka perangkat lunak tersebut akan lebih akurat dalam melakukan ‘stiching‘ foto-foto tersebut.

Kelebihan dari pembuatan VR 360° dengan perlatan diatas tentu saja adalah resolusi gambar yang mampu memberikan detil cukup memuaskan. Akan tetapi peralatan yang diperlukan termasuk software yang dibutuhkan cukup memakan biaya. Pengerjaannya juga bisa dibilang tidak sederhana. Beberepa kesalah membuat gambar-gambar tersebut tidak terjahit dan tersambung dengan sempurna. Kesalahan sering terjadi dikarenakan kurang akuratnya dalam memasangan alat (lihat foto Brisbane Arcade). Jenis kamera dan juga lensa akan mempengaruhi cara dan letak pemasangan di alat tersebut. Belum lagi beban dari banyak macam alat tersebut tentu akan membuat fotografer non-profesional akan berpikir ulang memakainya.

 

Barangkali permasalahan tersebut diatas membuat beberapa produsen kamera ‘memberikan jawaban’ dengan meluncurkan beberapa jenis kamera VR 360°. Tidak hanya mempunyai kemampuan membuat foto, peralatan yang mungil tersebut juga mampu membuat video 360°.
Salah satu  kamera 360° yang saya coba adalah Samsung Gear 360. Dibandingkan dengan alat yang saya gunakan sebelumnya (kamera DSLR+Nodal Ninja) sudah tentu Gear 360 ini jauh lebih praktis. Ukuran yang yang ringkas dan cukup nyaman untuk digenggam, memungkinkan kamera ini untuk disimpan dalam saku celana. Jenis ini merupakan kamera 360° generasi kedua dari Samsung. Selain dilengkapi sensor gambar 8,4 megapixel dengan 2 sisi kamera yang akan menghasilkan gambar dengan resolusi berkisar 15 megapixel, alat mungil tersebut juga menawarkan kemampuan merekam video beresolusi 4K (4096 x 2048 pixel) pada 24 fps.

Seperti kebanyakan produk kamera baru, alat ini juga didukung dengan aplikasi (Gear 360) yang kompatibel dengan kamera smartphone. Beberapa kamera baru keluaran Samsung seperti Galaxy S8, Galaxy S8+, Galaxy S7, Galaxy S7 edge, Galaxy Note5, Galaxy S6 edge+, Galaxy S6, or Samsung Galaxy S6 edge, terbukti bisa mendukung alat ini. Tidak hanya smartphone dari Samsung, Gear 360 juga kompatibel dengan perangkat iOS iPhone 7, iPhone 7 Plus, iPhone 6s, iPhone 6s Plus serta iPhone SE. Selain memberi fitur editing melalui smartphone tersebut, perangkat ini juga menjanjikan kemudahan dalam berbagi gambar ke media sosial.

Samsung Gear 360

Revolusi internet dan teknologi dalam 10 tahun terakhir ini sangat luar biasa. Awal 2008 ketika mulai mencoba foto 360°, saya mengalami masalah dengan cara mempublikasi foto-foto tersebut. Diperlukan software khusus untuk bisa memamerkan gambar tersebut ke dalam blog pribadi. Sebelum diunggah, file tersebut harus dirubah ke dalam format movie atau flash terlebih dahulu untuk bisa dinikmati. Belum lagi ukuran file yang cukup besar dan bandwidth yang terbatas, sudah barang tentu akan mengurangi kenyamanan dalam menikmatinya.
Berbeda dengan sekarang, banyak jenis plugin tersedia secara gratis untuk menampilkan foto-foto tersebut. Facebook sebagi platform media sosial yang sangat populer sudah mendukung fitur 360°. Sedangkan video 360°, sekarang sudah bisa dinikmati lewat YouTube dengan memafaatkan VR headsets. Tidak hanya itu, banyak smartphone keluaran terbaru telah mendukung fitur-fitur VR 360°. Beberapa kemudahan ini saya pikir akan memberikan andil dalam mempopulerkan foto dan video VR 360°.

Hal yang menarik dari VR 360°, baik foto maupun video adalah banyaknya konteks yang dimiliki dari sebuah gambar. Disini audiences dilibatkan secara langsung dalam menikmati gambar yang sangat mungkin menciptakan hubungan emosional. Bahkan pemirsa seperti diberi kemerdekaan berkaitan dengan cara menikmati gambar tersebut. Bersifat interaktif sekaligus demokratis dalam merasakan kedalaman ruang dan juga informasi.

It’s not only what you deliver, but also how you deliver it. Content is king but creative is queen.

Tidak bisa dipungkiri,  kemajuan teknologi telah banyak mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Termasuk didalamnya para jurnalis dan penyedia konten tentang bagaimana cara bekerja. Mereka, dewasa ini dituntut tidak hanya bisa mebuat berita atau cerita yang bagus, akan tetapi sekaligus mampu menyajikannya dengan cara menarik. Terkadang yang menjadi masalah dalam era multimedia sekarang, bukan persaingan tentang hal apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana cara menyampaikannya agar bisa menjangkau lebih banyak pemirsa. It’s not only what you deliver, but also how you deliver it. Content is king but creative is queen.

Bisa jadi dengan kelebihan yang dimiliki oleh VR 360°, mempu menjadi pilihan dalam bagaimana cara kita bercerita dan menyajikannya. Bukan menggantikan medium yang telah ada, namun bisa jadi ini menjadi cara baru dalam bercerita. Sebuah alternatif dalam menyampaikan pesan, yang mampu melibatkan pemirsa didalamnya. Apalagi, di era dimana smartphone begitu dominan dalam kehidupan para pembaca, mengapa kita tidak mencoba dan membincangkannya lebih banyak.

Bagaimana pendapat kalian?

 

Tiny Planet atau Round View yang menjadi bonus menarik dari VR 360°.

 

Beberapa file foto diatas telah diperkecil untuk mempermudah dalam menampilkan gambar. Foto dengan resolusi sebenarnya bisa dilihat di link ini. Beberapa smartphone sudah kompatibel dengan video 360°. Coba putar video melalui YouTube App di smartphone anda untuk melihat efek 360° sebagai alternatif apabila tidak memiliki VR headsets. https://www.youtube.com/user/ahmadzamron

About Ahmad Zamroni

Ahmad Zamroni atau Roni, adalah fotografer yang tinggal di Jakarta. Dia memulai karirnya sebagai fotojurnalis di tahun 2002. Setelah delapan tahun terakhir menjadi editor foto Forbes Indonesia Magazine, Roni memutuskan menjadi fotografer lepas baik di ranah editorial maupun komersial. Roni merupakan co-founder www.1000kata.com dan www.hatikecilvisuals.com

Check Also

Romantisme Paris van Java yang Abadi

Bandung sebagai pelabuhan terakhir dari rangkaian Photowalk dan Photography Workshop.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.