Hendra Suhara, Antara Image SBY dan Dampratan GusDur

Hendra Suhara adalah salah seorang fotografer yang konsisten membuat foto portrait. Sejumlah tokoh di Indonesia pernah dipotretnya, mulai dari bintang film Christine Hakim, penyanyi Vina Panduinata, serta para tokoh politik seperti Amien Rais, Jusuf Kalla, dan Sutiyoso. Keunikan dari foto-foto portrait karya Hendra Suhara adalah pesan-pesan yang sampaikan lewat sang tokoh dengan menggunakan properti dan ilustrasi suasana dalam foto-foto yang diciptakannya

Bisa diceritakan proses Anda belajar fotografi?

Saya mulai tertarik fotografi saat kuliah di STMIK Gunadarma. Di kampus itu ada klub fotografi SNAP. Saat itu kebetulan Ayah saya memiliki kamera Canon FTB dengan lensa 55 mm dan100-200 mm. Sejak bergabung dengan klub fotografi SNAP, minat saya terhadap fotografi bertambah. Saya aktif hunting foto bersama rekan-rekan yang mempunyai kesamaan hobi serta mengikuti berbagai diskusi atau seminar foto. Setelah lulus kuliah tahun 1996, saya mencoba memberanikan diri untuk melamar sebagai fotografer pada sebuah media.

Apa yang membuat Anda tertarik dengan fotografi?

Saat saya mulai belajar fotografi, saya sangat tertarik dengan berbagai keindahan alam. Pada saat itu belum terlintas di benak saya untuk menjadi fotojurnalis. Saya hanya senang mengabadikan keindahan alam.

Kenapa tertarik dengan foto portrait?

Awal mula saya membuat foto portrait adalah saat saya bekerja di Majalah Tempo. Saat itu, Pemimpin Redaksi Tempo, Bambang Harymurti, sering protes dengan salah satu rubrik di Tempo, yaitu Pokok Tokoh, karena foto-fotonya monoton. Foto yang dipasang hanya foto orang duduk, berdiri atau sedang berbicara. Setelah berdiskusi dengan desainer Majalah Tempo, Gilang Rahadian, akhirnya saya mencoba membuat foto mengikuti tema atau cerita yang ditulis reporter. Setelah itu saya berfikir, sangat menarik kalau foto-foto tersebut dibuat dengan lebih serius. Dan saya pun keterusan membuat foto-foto portrait.

Bagaimana Anda mendapatkan ide-ide dalam pembuatan foto-foto portrait?

Ide saya cari dan dapatkan dari berbagai sumber. Biasanya, saya mencari tahu hal-hal yang menarik dari tokoh yang akan saya potret. Bisa dari isu terakhir yang paling menarik dari sang tokoh atau saya membaca biografi tokoh tersebut. Terkadang juga dengan berdiskusi dengan orang-orang yang mengenal dengan baik tokoh yang akan saya potret. Setelah mendapat ide, baru saya mencari properti yang cocok untuk pemotretan tokoh tersebut. Seringkali saya membuat sketsa sebelum memotret karena bagi saya. Pembuatan foto-foto tersebut 90 persen ada pada proses pencarian ide, properti, dan lobi tokoh yang akan dipotret, sementara 10 persennya proses perekaman pada kamera.

Dari sekian banyak tokoh yang Anda potret, bisa diceritakan tokoh yang paling sulit difoto?

Hingga saat ini saya belum berhasil membuat foto yang bagus untuk ketiga tokoh yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), serta dua mantan presiden, Megawati Soekarnoputri dan almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Untuk SBY, saya kira menurut pendapat pribadi, beliau terlalu jaga image, sehingga setiap saya mengajukan konsep pemotretan selalu dimentahkan. Megawati juga hampir sama seperti SBY, hingga saat ini saya pun gagal memotret Megawati. Kedua tokoh tersebut barangkali takut jika foto yang dibuat akan merusak citra mereka. Kalau untuk almarhum Gus Dur, beliau sangat moody dan tidak mau diarahkan. Saya ingat ketika itu mengajukan konsep pemotretan ke almarhum Gus Dur, saya mengajukan konsep Jurus Dewa Mabuk, dengan pakaian silat dan gentong serta berpose dengan jurus Dewa Mabuk. Konsep tersebut saya ajukan karena manuver politik beliau sangat sulit ditebak seperti pendekar Dewa Mabuk. Saat awal bertemu, beliau hanya menanggapi dengan senyum dan minta penjadwalan ulang pemotretan. Namun setelah penjadwalan ulang, ketika saya akan memotret dengan konsep tadi, saya malah dimarahi. “Sampeyan ini siapa berani suruh-suruh Saya!” ujar Gus Dur.

Bagaimana Anda meyakinkan narasumber soal konsep-konsep foto portrait Anda?

Saya meyakinkan tokoh yang akan saya potret dengan berdiskusi dan menunjukkan sketsa yang sudah saya buat sebelumnya. Saya mencoba meyakinkan tokoh tersebut untuk berpose mengikuti sketsa. Hal yang paling penting ialah meyakinkan bahwa foto yang akan dibuat tidak akan membuat tokoh tersebut tampak konyol. Kebanyakan tokoh ingin dipotret dengan pose wibawa atau terlihat good looking.

Siapa fotografer favorit Anda?

Banyak, setiap fotografer yang bersungguh-sungguh saat membuat karyanya adalah fotografer favorit saya.

Christine Hakim, aktris, berpose dengan cangkang telur yang terbuat dari fiberglass di rumahnya di Cibubur. Foto ini dibuat dengan konsep reborn. Saat dipotret, Christine baru saja mendapatkan kembali penghargaan di festival film Cannes setelah sekian lama absen dari dunia film.
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Ia merupakan etnis Tionghoa pertama yang menjadi Bupati. Konsep pemotretan, Ahok merupakan salah satu bupati dari etnis Tionghoa pertama dan getol memerangi korupsi.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais, saat mencari pasangan calon wapres untuk pemilihan umum presiden 2004. Berpose memegang pigura, sementara pigura kosong di sampingnya merupakan simbol calon presiden dan calon wakil presiden.
Ananda Sukarlan. Musisi Indonesia yang sukses berkarir sebagai pianis di Eropa.
Surtini Papuntungan, nelayan aktivis lingkungan Buyat, berpose dipantai Manado. Surtini merupakan warga Buyat yang perairannya tercemar merkuri oleh limbah dari perusahaan tambang Newmont Minahasa.
Jusuf Kalla, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menko Kesra, berpose dengan hitung-hitungan politiknya di depan kantornya saat menyatakan mundur dari jabatan Menko Kesra dan juga mundur dari konvensi partai Golkar. Jusuf Kalla mencalonkan diri sebagai calon Wakil Presiden bersama SBY sebagai calon presiden pada pemilihan umum presiden tahun 2004.
Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, menarik bus mainan bertuliskan "Transjakarta" di kantornya. Foto diambil saat kontroversi peluncuran jalur Busway di Jakarta, pada tahun 2004.

— Hendra Suhara mengawali karirnya pada tahun 1996 di Tempo Interaktif sebagai fotografer. Tahun 1997 dia dinyatakan tidak lulus oleh perusahaan. Tahun 1998 diterima di Majalah Agribisnis Komoditas dan tahun 1999 pindah ke Tabloid Mutiara Kartini. Pada tahun 2000 Hendra kembali mencoba untuk menjadi fotografer di Majalah Tempo dan diterima sebagai fotografer lepas. Tahun 2002 dia diangkat menjadi fotografer tetap. Pada tahun 2007 Hendra pindah ke Harian Ekonomi dan Bisnis KONTAN hingga sekarang.

About 1000kata

1000kata adalah portal yang dikelola oleh 10 fotografer Indonesia, sebagai media alternatif untuk menampilkan karya, cerita, ide, opini, gagasan serta yang lainnya berkaitan dengan dunia fotografi. Mari berbagi.

Check Also

Romantisme Paris van Java yang Abadi

Bandung sebagai pelabuhan terakhir dari rangkaian Photowalk dan Photography Workshop.

9 comments

  1. Thankfulness to my father who stated to me concerning this weblog, this weblog is genuinely amazing.

  2. I do accept as true with all of the concepts you’ve offered to your post. They’re really convincing and can definitely work.

    Nonetheless, the posts are too quick for newbies. Could you please prolong them a bit from next time?

    Thanks for the post.

  3. I blog often and I genuinely thank you for your content.
    This great article has truly peaked my interest.

    I am going to bookmark your website and keep checking for new information about once
    per week. I subscribed to your Feed too.

  4. Trima ksih atas ulasannya… artiket spt Kang Hendra ini yg membuat sy belum akan bergeser dr dunia foto documentery 🙂

  5. Foto2 Hendra Suhara selalu menarik untuk diikuti, salah satunya foto JK sedang hitung2an di tanah.

  6. Sutiyoso mrpk karya Kang Hendra yg jd karya favorit saya..Sayangnya belum banyak Fotografer di Indonesia yg mau menekuni Portraiture. Sekali lagi Saluuut

  7. kang hendra sukses menghilangkan imej fotografer hanya sebagai 'tukang foto".

  8. Thanks untuk Seribu Kata yang telah membuat interview tentang Hendra Suhara. Pada saat Konsep "potrait Karikatural" muncul di Tempo,…..saya waktu itu cukup terhenyak, karena tidak banyak fotografer yang melakukan pendekatan potrait……dan ditambah Karikatur di dalamnya, dan tentunya bukan permasalahan sederhana yang menyangkut konsep, karakter asli dan ditambah props yang mendukung, dakam usahanya menambah sesuatu yang lebih analitik tentang sebuah personality potrait. Kang Hendra, salah satu yang getol melakukannya dan tentunya kita perlu appresiasi untuk usaha kerasnya.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.